Kamis, 26 Januari 2017

Ketika Rasa Benci itu Ada

Kadang heran sama orang orang yang terlalu sibuk membenci hingga mereka mencaci maki orang yang tidak bersalah. Mereka membenci seseorang. Tapi kenapa mereka harus membenci keluarganya.

Mereka membenci seseorang kenapa mereka harus membenci etnisnya.

Mereka membenci seseorang. Tapi kenapa mereka harus membenci ormasnya dan organisasinya.
Mereka membenci seseorang. Tapi kenapa mereka membenci agamanya.

Mereka membenci seseorang tapi kenapa mereka membenci teman-temannya.

Mereka membenci seseorang tapi kenapa mereka menghina keluarganya.

Mereka membenci seseorang tapi kenapa mereka menghina agamanya.

Mereka membenci seseorang. Tapi kenapa mereka menghina suku dan etnisnya?

Sebenarnya apa yang kita benci? Orang? Etnis? Agama? Kelompok? Partai? Ormas? Keluarga? Atau orangnya?
Apa untungnya kita membenci. Bukannya itu hanya akan membuat hati kita menjadi kotor?

Bahkan disaat kita membenci seseorang kita akan memiliki kesibukan yang sama sekali tidak menguntungkan untuk kehidupan kita. Bagaimana tidak. Kita akan di sibukkan oleh sesuatu yang menghabiskan banyak waktu tenaga dan fikiran.

Saat kita membenci kita akan mulai sibuk mencari celah dan kejelekkan mereka yang kita benci. Bahkan jika tidak ada celah yang ditemukan untuk jadi bahan gunjingan. Kita akan mulai heboh membuat berita kesana kemari yang mungkin bisa jadi kita buat sendiri agar mempengaruhi orang lain untuk membenci orang yang kita benci. Tak jarang kita juga akan membenci atas apa yang mereka lakukan. Entah yang mereka lakukan itu benar atau salah. Di mata kita itu akan tetap salah. Karena kita terlanjur membencinya. Jadi apapun yang mereka lakukan akan tetap bernilai negatif buat kita.

Lantas masih adakah untungnya kita membenci orang lain? Tanpa kita sadari. Saat kita membenci orang lain kita akan turut membenci orang-orang yang ada disekitarnya. Kita mulai membenci keluarganya. Kita mulai membenci teman-temannya. Kita mulai membenci apa yang dia sukai. Kita mulai membenci semua yang dilakukan yang diidentikan dengannya. Sehingga hati dan diri kita telah sibuk menjadi seorang pembenci. Yang bahkan 100% hanya akan buat kita rugi. Karena orang yang kita benci, jelas-jelas akan berjalan seperti biasa. Mereka melakukan aktifitas juga seperti biasa. Mereka juga melakukan kebiasaan seperti biasanya. Tanpa peduli apakah kita suka atau tidak.

Jadi... masih maukah kita sibuk membenci seseorang hanya karena dia berkata kotor. Berkata kasar. Menghina dan mengumpat? Jika memang dia telah bersalah dan membuat hati kita terluka maka ingatkan lah dia. Tugas kita hanya mengingatkan bukan memaksa dia menjadi seseorang yang semestinya kita pinta. Karena kita manusia. Dia juga manusia. Kita sama sekali tidak memiliki wewenang untuk membuat mereka menjadi baik. Karena urusan hati itu mutlak urusan tuhan.

Jika kita membenci lantas mengumpat orang yang kita benci dan mulai menghina dia. Hingga kita mengumpat juga keluarganya. Apa bedanya kita dengan dia? Apa bedanya kita dengan dia yang suka menghina dan mengumpat? Apa bedanya kita dengan dia yang suka mencela?

Berhentilah mencela oranglain
berhentilah membenci orang lain
Berhentilah menggunjing orang lain
Berhentilah memfitnah orang lain
Berhentilan membuat diri kita tersiksa dengan apa yang kita lakukan
Berhentilah membuat berita yang tak nyata.

Karena kita tak akan pernah tau amalan mana dalam diri kita yang diterima Allah. Bisa jadi orang yang kita benci adalah orang yang justru dosa-dosanya sudah di ampuni oleh sang illahi. Bisa jadi juga kita merasa diri kita suci dan selalu melakukan amal shaleh adalah orang yang justru amal ibadahnya tidak diridhoi oleh Allah. Naudzubillah...

Jika hendak membenci. Benci lah sikap dan sifatnya. Sulit? Memang. Tapi jika kita membenci seseorang lantas kita bersumpah serapah atasnya apa itu disebut pantas? Apa dengan begitu orang yang kita benci akan mendapatkan kerugian karena telah kita benci? Justru kita yang rugi. Mereka yang kita benci sama sekali tidak memikirkan kita. Tapi kita yang membenci begitu sibuk memikirkan mereka. Menghujat mereka. Memfitnah mereka. Menumbulkan spekulasi-spekulasi aneh tentang mereka. Lantas kita tiba-tiba menimbulkan fitnah tanpa sengaja. Apa itu membuat kita bahagia? Apa dengan menghujat lantas orang yang dibenci jadi menderita? Saya rasa tidak. Justru dengan banyak membenci kita lah yang merugi. Melihat mereka ada kita tak suka. Padahal mereka biasa saja. Melihat mereka ada, kita melontarkan kata-kata.

*untuk catatan. Tulisan ini tidak mengandung unsur politik. Sama sekali tidak. Jadi kalemin aja 😎😁

Minggu, 06 November 2016

Ketika Terlalu Sibuk mengkhawatirkan Masa Depan

Mudah. Sungguh sangat mudah ketika kita diminta untuk memberikan nasihat kepada orang lain. Bahkan saat kita dipercaya oleh orang lain untuk menjaga amanah sebuah cerita dari mereka kita merasa terharu. Bahkan tak jarang kita menjadi sosok bijak yang kuat untuk siap mendengarkan cerita mereka. Kita menjadi sosok yang kuat pula untuk memberikan mereka sebuah nasihat.

Bukan kita merasa sudah benar. Bukan kita merasa kita sudah hebat. Bukan kita merasa kita sudah baik. Bukan! Bukan itu. Kita bisa menjadi pendengar yang baik atau bahkan penasihat yang baik. Tidak lain adalah ketika kita mampu mencerna cerita dan berusaha menjadi sosok yang bisa membuat lawan bicara kita tenang. Kita menjadi sosok orang yang bisa mencerna satu masalah dengan baik. Kita bisa menjadi seseorang yang mampu memetik hikmah dalam sebuah kisah.

Tapi kenapa? Tapi mengapa? Semua sosok yang ada dihadapan mereka itu seolah hilang saat kita menghadapi masalah kita sendiri?

Kadang kita merasa begitu hancur. Bahkan kita merasa begitu rapuh dan remuk saat kita dihadapkan pada sebuah masalah. Yang sebenarnya kita bisa menghadapinya. Tapi ego dalam diri mendominasi hati. Hingga kita tak mampu lagi mengobati luka di hati sendiri.

Musuh yang nyata. Musuh yang paling menakutkan adalah diri sendiri. Satu hal yang banyak orang takutkan itu adalah dirinya sendiri. Begitu sulit melawan rasa takut pada diri sendiri. Bahkan dengan mudah kita menyerah pada diri sendiri dan akhirnya jatuh tak mampu lagi berdiri.

Kenapa disaat diri sendiri terkena masalah kita begitu rapuh. Semua nasihat bahkan seolah tak mampu lagi diterima. Sebuah motivasipun bahkan seolah tiada artinya. Kenapa? Karena saat kita memiliki masalah. Kebanyakan dari kita sibuk memikirkan hal-hal negative yang akan terjadi nanti. Kita begitu khawatir jika semua akan berakhir dengan buruk dan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.

Padahal apa yang semestinya kita takutkan lagi? Apa semestinya yang kita khawatirkan? Bukankah semua sudah ada yang mengatur? Kenapa begitu cemas menghawatirkan masa depan yang belum kita tahu akan berakhir seperti apa? Kenapa begitu cemas mengkhawatirkan apa yang akan terjadi. Kenapa kita begitu sibuk memprediksi sesuatu yang akan terjadi nanti? Kenapa kita seolah tidak percaya bahwa yang terjadi sudah di atur oleh sang illahi? Kenapa?

Dalam syariat, mengatakan. memberi kesempatan kepada pikiran untuk memikirkan masa depan dan membuka alam gaib dan kemudian terhanyut dalam kecemasan-kecemasan yang baru di duga darinya adalah sesuatu yang tidak dibenarkan. Pasalnya, hal itu termasuk thulul amal (angan-angan yang terlalu jauh)

Ya. itulah penyakit yang kadang hinggap dalam diri seseorang. Penyakit yang membuat seseorang itu berputus asa. Menyerah. Patah semangat dan ketakutan. Ya. Ketakutan. Kebanyakan dari kita begitu ketakutan saat menghadapi masa depan. Padahal sejatinya hidup itu untuk kita jalani. Untuk kita syukuri. Bukan untuk memprediksi apa yang akan terjadi nanti.

Kita tidak bisa mendikte Allah dengan semua doa-doa yang kita panjatkan dan kita harapkan kepadaNya. "Ya Allah aku ingin seperti ini. Aku ingin mendapatkan ini" mungkin ini adalah salah satu bentuk dikte saat kita berdoa. Tidak bisa seperti itu. Berdoa itu harus dengan hati yang tulus dan hati yang ridho. Tidak bisa kita berdoa kepada Allah dengan memaksa dan mendikte Allah agar mengabulkan doa-doa kita. Tidak bisa! Allah maha tau. Allah maha baik. Rencana Allah adalah rencana terbaik.

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah maha mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. (Q.S Albaqarah : 216)

Nah itulah sebabnya. Saat kita dirundung sebuah masalah. Saat kita dirundung sebuah duka. Rendah dirilah. Tenanglah. Coba lebih ikhlas coba lebih sabar. Jangan terlalu sibuk memprediksi sesuatu yang belum terjadi berdasarkan pemikiran kita. Ingat! Apa yang kita fikirkan itulah yang akan menjadi kenyataan. Karena alam akan membentuk apa yang kita fikirkan selama ini.

Jadi, mulai dari sekarang berhentilah untuk berfikir terlalu keras memikirkan sesuatu yang belum terjadi. Karena ada beberapa misteri Illahi yang tak harus kita tau kenapa ini terjadi. Dan akan berakhir seperti apa. Itulah salah satu rukun iman. Yaitu percaya kepada qada dan qadar.

Hari esok adalah sesuatu yang belum nyata dan dapat diraba, belum berwujud dan tidak memiliki rasa dan warna. Jika demikian mengapa kita harus mebyibukkan diri dengan hari esok? Mencemaskan kesialan-kesialan yang mungkin akan terjadi padanya. Bukan kah kita hidup untuk hari ini? Karena belum tentu besok kita masih bisa hidup. Biarkanlah masa depan datang dengan sendirinya.

(Sebagian sumber dikutip dari buku La Tahzan karangan Dr. 'Aidh al-Qarni)

Kamis, 27 Oktober 2016

Ketika Nyawa Dihargai Dengan Murah

Cukup terkejut dan tidak percaya.
Itu reaksi pertama saya ketika seorang suami yang istrinya baru saja melahirkan sedang transaksi di kasir dan menyebutkan bahwa harga yang harus dia bayar begitu mahal. Rp. 361.000,00 itu selisih yang harus dia bayar unutuk biaya persalinan istrinya. Karena istrinya memakai fasilitas BPJS maka dia membayar selisih sebesar itu. Kenapa harus bayar? Bukannya BPJS itu gratis. IYA.  BPJS memang gratis untuk bersalin normal di bidan ataupun di klinik.
Namun yang perlu diketahui ada beberapa tindakan yang tidak di klaim dan tidak ditanggung oleh BPJS. Sehingga ada selisih yang harus dibayar.

Kenapa bapak itu harus membayar uang sebanyak itu? Itu karena istrinya mengalami perdarahan pasca melahirkan. Sehingga diperlukan tindakan agar perdarahannya terhenti. Alhamdulillah puji dan syukur ibu nya masih bisa di tolong saat perdarahan itu berlangsung.
Sebelum melakukan tindakan. Pihak kami juga memberitahukan bahwa kemungkinan akan ada biaya tambahan yabg harus di bayar, karena ada tindakan diluar tanggungan BPJS. Ibu dan suaminya pun setuju akan hal itu.

Namun ternyata semua itu menjadi berbalik ketika dia harus membayar dikasir. Dia mengatakan bahwa selisihnya sangat mahal. Saya tidak sempat fikir. Bagaimana Bapak itu berfikir bahwa yang harus dia bayar itu begitu mahal. Semurah itu kah arti sebuah nyawa? Begitu beratkah dia harus membayar uang sebesar itu untuk keselamatan istrinya? Tidak bermaksud untuk pamrih menolong dan harus dibayar dengan uang. Saya hanya menyayangkan. Bagaimana mungkin dia bisa berfikir bahwa harga itu begitu mahal. Sementara saat ibunya mengalami perdarahan tim cukup bekerja keras agar ibunya bisa terselamatkan.

Pola fikir seperti ini sebenarnya bukan satu dua kali saya temukan. Tapi begitu sering. Bahkan mereka masih saja sempat tawar menawar harga untuk keselamatan jiwa dan nyawa seseorang? Kenapa? Kenapa begitu takut dengan mengeluarkan uang untuk kesehatan dan keselamatan jiwa? Bukankah rezeki itu datang dari Allah? Bukan kah harta bisa dicari?
Sedangkan nyawa? Sedangkan kesehatan? Apa bisa dia dicari? Sementara salah satu usaha saja sudah di abaikan?

Kalo ada yang berkata. Mencari rezeki itu susah. Buat yang bekerja mungkin mudah tapi buat kami? Bisa makan saja kami sudah berutung. Okey. Kita posisikan jika kasusnya adalah bersalin/melahirkan. Melahirkan itu proses yang cukup lama. Proses yang cukup panjang. Kurang lebih 9 bulan waktu yang diperlukan untuk bersalin. Bayangkan. 9 bulan! Waktu yang cukup jika kita mau berusaha untuk mengumpulkan dan menyisihkan sedikit rezeki yang kita miliki untuk proses persalinan.

Jika anda mengatakan. Uang gaji pas-pasan, saya tidak bisa menabung. Coba rubah pola fikir anda. Coba anda sisihkan 5000 rupiah setiap harinya. Anda sudah memiliki tabungan buat bekal bersalin nanti. Jika anda berfikir bahwa bersalin bisa gratis karena ada fasilitas BPJS. Kenapa tidak anda fikirkan kemungkinan kemungkinan lain yang akan terjadi.

Naudzubillah.. bukan kita berfikir negative untuk hal-hal buruk. Tapi bukankah lebih baik kita mencegah daripada mengobati? Segala sesuatu itu tergantung niat dan tekad. Kalo kita memiliki tekad yamg kuat buat menyisihkan sebagian rezeki yang kita miliki itu pasti bisa. Maka tidak ada alasan lagi nyawa seseorang itu dibayar dengan harga murah. Kita memang hanya bisa berusaha dan Allah yang menentukan. Tapi hidup juga adalah sebuah pilihan.
Rezeki bisa kita cari. Tapi nyawa? Apa masih bisa kita cari?
Silahkan berfikir dengan bijak. 😊

Senin, 10 Oktober 2016

Ketika Mengahdapi Takdir

Terkadang ada satu kejadian yang terjadi dan entah mengapa itu bisa terjadi. Kenapa itu bisa terjadi dan apa penyebabnya. Ada kalanya kita harus mengerti apa itu qadha dan qadar.

Adakalanya satu kejadian menyakitkan memeberikan kita satu pelajaran. Bukan untuk sebuah penyesalan tapi untuk dijadikan sebuah pelajaran.
Sesuatu yang sudah terjadi tak akan mungkin bisa kita ulang kembali dan mencegahnya agar tidak terjadi.
Tak harus dan tak selamanya kejadian yang menyakitkan itu kita hadapi dengan emosi dan menyalahkan diri sendiri. Kadang yang kita perlukan hanya menguasai diri dan tidak emosi. Serta bersabar dan ikhlas menerima semua ketetapan dari Allah.

Dalam sebuah hadits shahih di sebutkan "ketahuilah bahwa apa yang menimpamu tidak akan luput darimu, dan apa yang tidak akan menimpamu tidak akan pernah menimpamu" juga diriwayatkan dari Rasulullah. Beliau bersabda : "Kejarlah apa yang bermanfaat untukmu, dan mintalah pertolongan kepada Allah. Jangan mudah menyerah dan jangan pernah berkata 'kalau saja aku melakukan yang begini pasti akan jadi begini' tapi katakanlah 'Allah telah mentakdirkan dan apa yang Dia kehendaki pasti akan Dia lakukan."

Dari riwayat hadits di atas juga sudah jelas. Terkadang, sebagai manusia biasa kita terlalau disibukkan memprediksi sesuatu. Kita juga disibukkan menarik kesimpulan atas apa yang akan terjadi dan atas apa yang belum terjadi. 

Kenapa kita sibuk berandai-andai. Senadainya begini atau seandainya begitu? Kadang ada satu kejadian yang tak kita tau kenapa itu terjadi dan kenapa harus saya? Ya. Inilah takdir. Inilah takdir untuk kita. Yang kita sendiri sebenarnya tidak akan bisa menduga ini terjadi kepada kita.

Akan lebih baik jika kita mampu untuk tenang dan menerima semua kejadian ini. Mau kita cegah mau kita paksa agar ini tidak terjadi juga tidak bisa. Percuma saja. Ketika Allah menetapkan sesuatu itu terjadi. Maka terjadilah dan yang perlu kita lakukan adalah ikhlas menerima apa yang sudah ada. Selalu ada hikmah dan pelajaran yang bisa kita ambil dalam setiap kejadiaannya. Entah itu menyakitkan ataupun tidak. Tugas kita tetaplah berusaha dan mengambil hikmah untuk dijadikan pelajaran buat kedepannya.

Dalam sebuah hadits yang shahih diriwayatkan dari Rasulullah. Dia bersabda : "Allah tidak menentukan sebuah qadha' bagi hamba kecuali qadha itu baik baginya."

Senin, 03 Oktober 2016

Kenapa Ujianku Bertubi-tubi

"Kenapa yah aku di uji terus oleh Allah? Kenapa yah rasanya ujian yang aku alami tiada henti. Kemarin baru saja aku kehilangan uang. Sekarang barang dan juga tas ku hilang. Padahal perjalanan masih panjang. Bagaimana bisa aku hidup jika uang saja sudah tidak punya? Kenapa ujian ini terasa begitu berat dan bertubi-tubi?"

Pernahkah kita merasa seperti ini? Pernahkah kita berkata seperti ini? Atau pernahkan kita hampir putus asa dengan ujian yang kita hadapi?

Jika jawabannya iya. Maka bergegaslah. Ambil air wudhu dan beristigfarlah.
Bisa jadi ini ujian untuk kita. Bisa jadi juga ini ada teguran untuk kita.

Yang harus kita ingat ketika kita dalam kondisi seperti ini adalah berprasangka baik kepada Allah. Tetaplah berfikir positif atas apa yang terjadi pada kita.

Jika memang ini adalah bentuk ujian, maka mintalah kepada Allah agar kita diberi kesabaran dan keikhlasan untuk menerima semua ketetapan yang sudah Allah tetapkan untuk kita, dan bersabarlah. Bisa jadi ujian ini sebagai salah saru cara Allah untuk mengembalikan anda ke jalan-Nya. Bisa jadi Allah rindu akan semua doa yang biasa kita panjatkan setiap waktu. Yang mungkin kini sudah tidak kita lakukan lagi. Bisa jadi juga Allah ingin mengangkat derajat kita di hadapan-Nya jika kita mampu ikhlas dan bersabar untuk menghadapi semua.

"Aku sudah bersabar. Aku sudah ikhlas. Tapi kenapa masih saja aku di uji?"

Jika kita masih bisa berkata seperti itu. Itu tandanya kita belum benar-benar ikhlas. Kita belum benar-benar sabar. Jika sabar kita tidak akan mudah mengumbar. Jika ikhlas kita tidak akan mudah mengatakannya. Karena ikhlas itu bukan hanya sekedar ucapan. Tapi juga perbuatan.

Kenapa kita masih di uji? Beruntunglah. Itu tandanya kita sudah lolos pada ujian tahap pertama. Maka Allah memberikan kita ujian pada tahap kedua. Dan ujian yang diberikan tak lain adalah untuk mengangkat derajat kita dan melatih kita untuk lebih bersabar. Bukankah Allah selalu bersama orang-orang sabar?

Jika memang ini ujian, bisa jadi ini adalah bentuk teguran dari Allah. Maka bersyukurlah. Bersyukurlah karena Allah menegur kita agar kita kembali kepada Allah. Dan mohonlah ampun. Bisa jadi kita terlalu banyak melakukan dosa (naudzubillah)... atau bisa jadi kita lupa menunaikkan kewajiban kita kepada Allah.

Satu hal yang harus kita ingat. Allah tidak pernah menguji hamba Nya melebihi kemampuan kita. Jika kita merasa ujian kita terlalu besar. Ingatlah bahwa kita memiliki Allah yang maha besar. Ujian juga diberikan tak lain karena Allah tau bahwa kita mampu menyelesaikannya dan menginginkan kita untuk lebih baik dan lebih tinggi derajatnya dihadapan Allah ketika kita mampu bersabar dan ikhlas untuk menghadapinya.

Jadi. Tetaplah menjadi pribadi yang positif. Tetaplah menjadi pribadi yang bijak dalam menghadapi masalah.
Jangan lupa bersyukur jangan lupa bersabar. Dan, jangan lupa bahagia 😀😁😊

Minggu, 02 Oktober 2016

Sehat atau Sakit?

A: "sekarang Aku sedang sakit. Semoga sakit ku ini menjadi pelebur dosa. Kini aku sadar. Harusnya aku bisa bijak saat menghadapi sakit. Mungkin sakit ini peringatan dari Allah yang selama ini sudah jauh dari Allah. Mungkin bisa jadi juga sebagai bentuk kasih sayang untuk menghapus semua dosaku yang tak sengaja aku lakukan"
B: "Terus sudah lama aku tidak pernah sakit. Apa mungkin Allah tidak sayang. Apa mungkin dosa-dosaku tidak di ampuni karena aku sudah lama sekali tidak sakit. Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus bersyukur karena aku selalu diberi kesehatan? Ataukah aku harus sedih karena selama sehat itu berarti dosa-dosaku tidak di ampuni?"

Itulah salah satu percakapan menarik yang pernah saya dengar dari dua orang sahabat yang sedang asyik ngobrol.
Kemudian dari obrolan itu saya berfikir. Manakah di antara keduanya yang benar?
Jika dihadapkan pada 2 pilihan dan harus memilih. Mending sehat? Atau sakit?

Tentu semua orang akan memilih untuk menjadi sehat. Lagian siapa yang mau sakit. Semua orang sudah pasti berharap untuk selalu sehat.

Ada satu pelajaran yang bisa kita ambil dari percakapan di atas. Pertama: ketika kita sakit maka berfikirlah positif terhadap takdir dan ketetapan Allah. Bukankah dengan sakit Allah juga menghapuskan dosa-dosa kita? Bisa jadi juga ini adalah sinyal dari tubuh kepada kita untuk kita beristirahat dan merenungkan bahwa selama ini tubuh kita sudah terlalu lelah dengan semua rutinitas dan kegiatan yang kita lakukan. Mungkin ini juga saat yang tepat untuk kita beristirahat dan merenung bahwa nikmat sehat itu tidak pernah bisa kita beli dengan apapun.

Bukankah saat sakit biasanya kita lebih dekat dengan Allah? Kenapa? Karena kita akan berdoa supaya Allah memberikan kita kesehatan. Bisa jadi Allah sudah rindu kepada kita. Ingin mendengar kita untuk memanggil dan menyebut nama-Nya.

Lantas ketika kita sehat apa itu berarti dosa-dosa kita tidak diampuni? Tunggu dulu. Kita tidak bisa langsung mengambil kesimpulan apakah dosa kita tidak diampuni saat kita sedang sakit ataukah saat kita sehat. Itu semua adalah hak Allah. Wallahu alam..

Yang jelas kita harus bijak saat kita sedang sehat atau sakit.
Sehat ataupun sakit bisa jadi ujian buat kita masing-masing. Bisa jadi saat kita sakit itu adalah cara Allah agar bisa lebih dekat dengan kita. Kemudian saat kita sedang sehat. Bisa jadi ini juga ujian. Apakah kita mampu menjaga amanah yang sudah Allah beri. Apakah kita mampu tetap bersyukur saat kita sedang sehat? Dan tetap mengingat Allah?

Jadi mau kita sehat mau kita sakit. Kita harus tetap bersyukur dengan kondisi kita saat ini. Saat sakit bisa saja dosa kita diampuni. Namun sat sehat juga bisa jadi Allah mengampuni dan memaafkan semua kesalahan serta dosa yang sudah kita perbuat.
Sehat dan sakit itu tidak harus menjadi perbandingan buat kita, apakah dosa-dosa kita diampuni atau tidak. Tapi sehat dan sakit adalah satu cara untuk kita bersyukur pada Allah atas apa yang kita terima saat ini.

Kita juga harus tetap befikir positif an ikhlas menerima semua ketetapan Allah. Karena yang harus kita ingat, Allah itu sesuai dengan prasangka hambanya.
Selamat bersyukur. Jangan lupa bahagia 😁😁

Kamis, 25 Agustus 2016

Bagaimana caranya Bahagia?

Bagaimana caranya kita bahagia?
Apakah dengan banyak harta?
Apakah disukai banyak wanita?
Apakah dikagumi banyak pria?
Apakah dengan memiliki tahta?
Apakah dengah rumah yang megah dan mewah?

Jika memang itu sumber bahagia, kenapa banyak orang kaya tapi bunuh diri dan masih korupsi?

Jika memang dengan tampan dan ganteng bisa bahagia, kenapa masih banyak orang yang melakukan operasi untuk mendapatkan muka yang sempurna?

Jika memang dengan cantik bisa bahagia? Lantas kenapa banyak orang yang tidak puas dengan kulit putihnya? Kenapa banyak orang yang masih saja belum puas dengan tubuh idealnya?

Lantas kenapa banyak orang yang rela merogok kocek dalam-dalam demi mendapatkan rupa yang sempurna?

Jika memang jabatan bisa membuat bahagia? Lantas kenapa banyak orang penting di kota ini tidak bisa tidur nyenyak? Bahkan mereka rela menyewa hotel dengan fasilitas mewah sekalipun untuk bisa membuatnya nyaman? Tak jarang mereka juga mengkonsumsi obat penenang hanya untuk tidur dan istirahat?
Apa sebenarnya bahagia itu? Bagaimana cara kita bahagia?

Apakah kita harus miskin agar bisa bahagia? Apakah kita harus sederhana seperti kebanyakan orang agar bisa hidup bahagia?
Apakah kita harus menderita agar bisa merasakan bahagia?
Apa yang harus kita lakukan agar kita bahagia?

Bahagia. Kita bisa bahagia ketika kita mampu mensyukuri apa yang telah Allah beri. Ketika kita mampu berbagi dan melihat orang lain tersenyum bahagia atas apa yang kita lakukan dan kita berikan.
Kita juga bisa bahagia saat kita tidak membandingkan apa yang kita miliki dengan orang lain. Karena dengan membandingkan sesuatu yang kita miliki dengan orang lain hanya akan membuat kita iri dan lupa mensyukuri apa yang sudah kita miliki.

Sederhanakanlah hal-hal yang membuat kita bahagia. Karena bahagia tidak harus selalu apa yang dikatakan orang lain. Standar kebahagian orang lain tentu berbeda-beda, tidak akan sama. Jadi, berhentilah membandingkan kebahagian kita dengan orang lain.

Jadilah diri sendiri. Syukuri lah apa yang kita miliki. Selalu berfikir positif. Jangan banyak mencela dan mengkritik orang lain, jangan terlalu banyak membenci. Dan manfaatkan waktu sebaik mungkin.
Jangan lupa bahagia 😊😁😉